Powered By Blogger

Selasa, 27 Desember 2011


Mitos:  Gua Raksasa di Gunung Lebah Tjampuhan
Bali merupakan pulau yang memiliki kebudayaan yang sangat beragam. Dalam kehidupannya, masyarakat Bali tidak dapat dilepaskan dari berbagai mitos. Seperti halnya di daerah lain, di daerah Ubud juga terdapat mitos yang hingga saat ini masih diyakini oleh beberapa masyarakat di sana. Diceritakan dahulu terdapat dua orang suami istri yang terobsesi dengan kekayaan. Keluarga ini dikaruniai seorang putri yang sangat mereka cintai. Suatu hari keluarga ini ingin menjadi orang yang sangat kaya tanpa kekurangan apapun. Apa yang mereka inginkan agar dapat terpenuhi. Namun, mereka memilih untuk melakukannya dengan cara yang cepat tanpa usaha kerja keras. Suatu hari mereka melakukan ritual agar bisa kaya dengan cepat. Untuk memperoleh hal tersebut mereka berdua “Mesesangi”(berjanji) akan menghaturkan “Guling Buntut” jika mereka bisa menjadi kaya. Yang dimaksud “Guling Buntut” adalah manusia yang diguling sebagai persembahan dalam sesajen. Akhirnya mereka menjadi kaya sesuai yang mereka inginkan. Tapi janji akan menghaturkan “Guling Buntut” tersebut terus menghantui keluarga tersebut. Jika tidak dibayarkan secepatnya, maka anak perempuan mereka satu-satunya yang akan diambil sebagai tumbal.
Suatu hari mereka mempunyai rencana. Anak mereka mempunyai teman sebaya. Mereka berencana akan mengorbankan teman dari anaknya tersebut sebagai tumbal “Guling Buntut” sebagai sesaji. Suatu malam mereka meminta anak tersebut untuk menginap di rumahnya. Ia diminta tidur bersama anaknya. Dalam rencana itu mereka akan mengambil teman anaknya itu saat tertidur pulas. Mereka sengaja meredupkan lampu templek untuk menyamarkan penglihatan anak itu. Suami istri itu berpikir sejenak untuk menghindari keliru dalam mengambil tumbal. Mereka takut yang diambil justru anak mereka sendiri mengingat anaknya dan temannya itu tidur bersama. Untuk menghindari hal itu ia memberikan banyak perhiasan emas kepada anaknya sendiri. Jadi mereka akan mengambil anak yang tidak ada perhiasannya. Namun yang terjadi anaknya sendiri meminjamkan perhiasannya tersebut kepada temannya itu saat di kamar. Suami istri itu tidak tahu kejadian tersebut. Mereka mengambil anak yang tidak dilengkapi perhiasan dan menjadikannya “Guling Buntut”  sebagai tumbal padahal itu adalah anak mereka sendiri.
Dalam ritual tersebut, yang menghaturkan “Guling Buntut” harus bersama menikmati sesajen itu. Mereka pun ikut menikmatinya. Mereka baru sadar itu anak mereka ketika sampai dirumahnya. Teman anaknya tersebut mengetahuinya dan melaporkan kepada warga sekitar. Suami istri itu pun diusir oleh warga masyarakat. Mereka tidak diterima dimanapun. Akhirnya mereka menetap di sebuah gua di bawah Pura Gunung Lebah, Campuhan Ubud. Karena pernah memakan daging manusia, mereka ketagihan dan menjadi sosok raksasa. Setiap ada upacara di Pura Gunung Lebah tersebut, mereka menculik penari Rejang (tarian sakral yang ditarikan oleh gadis yang masih suci) yang berada di barisan paling belakang. Tidak hanya itu mereka juga mengambil orang yang berjalan paling belakang saat ngiring. Para korban tersebut dimasukkan ke dalam batu besar berlubang atau dalam istilah Balinya Lesung untuk ditumbuk lalu dimakan.
Warga mulai menyadari hal tersebut karena setiap odalan (upacara adat) terus terjadi hal tersebut berulang-ulang. Akhirnya warga mempunyai rencana. Setiap penari Rejang dilengkapi bungkusan beras dalam plastik yang ujungnya disobek. Ketika raksasa itu menculik penari  Rejang, beras akan berceceran menuju tempat raksasa itu membawanya. Warga mengikuti ceceran beras tersebut dan menemukan gua tempat persembunyian pasangan raksasa itu. Gua tersebut akhirnya dibakar oleh warga dan raksasa itu mati terpanggang. Hingga saat ini masih terdapat bekas gua yang diyakini sebagai tempat tinggal raksasa itu dan lesung tempat menumbuk korbannya juga masih ada. Warga sekitar tidak ada yang berani menginjak batu tersebut yang dipercaya sebagai lesung milik raksasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar